chotto ki ni naru koto ga arimasu .

Senin, 27 September 2010

cerpen pertamakuu

ku pernah punya cinta. Meskipun bagi sebagian orang, cintaku itu adalah salah. Karna Galih, adalah mantan kekasih sahabatku, Tyas.
Saat istirahat sekolah tiba, aku dan Galih sedang duduk berdua di dekat jendela kelas. Kami tidak pergi ke kantin atau ke Perpus seperti yang biasa kami lakukan.
Aku bernyanyi-nyanyi sambil duduk berdua dengan Galih.
“eh, nyanyi bareng yuk !!” akupun memulai percakapan itu.
“lagu apa ?” balas Galih.
“Mm, lagu Rossa ft. Pasha aja yang Terlanjur Cinta. Aku Rossanya, kamu Pashanya. Gimana ?”
“ok !”
Lagu tersebut sedang populer saat itu. Jadi aku meminta Galih untuk menyanyikan lagu itu bersamaku.
“waktu bergulir, lambat merantai langkah perjalanan kita..”
“malam menangis, tetes embun basahi mata hatiku..”
Begitulah awal lagu yang kami nyanyikan. Hingga akhirnya..
“karna skali cinta..”
“karna skali cinta..”
“aku tetap cinta..”
Kami saling bertatapan. Dan tiba-tiba..
“eits ! pas ‘aku tetap cinta’nya jangan liat ke aku. Liat ke Riki” goda Galih.
“ih kamu ! dasar !!”
Galih bergumam. Dan mulai mengajakku ngobrol.
“Arumi, kamu suka yah, ma Riki ?” Tanya Galih.
“nggak ah ! Arumi emang sayang ma kak Riki. Tapi itu sebatas kakak. Kalo kamu ma Tyas ?” jawabku berbalik Tanya.
“Mm, ya gitu !” ucap Galih simple.
“aku dari kelas 1 ngejar-ngejar Tyas. Dapetnya kelas 3. Gak sia-sia perjuangan aku” sambung Galih memulai cerita.
“hebatlah ! bertahan. Arumi juga ma kak Riki. Kelas 1 temenan, kelas 2nya jadi ade kakak”
”waktu study tour, sekali aja aku ketemu Tyas. Ngobrol bentar. Udah aja”
“Arumi lebih parah. Liat kak Riki lengket ma Silvia. Ih, sebel !”
“hahaha. Kamu cemburu ?” nada Galih menertawakanku.
“gak ih, biasa aja” jawabku simple.
Percakapan itu berakhir. Terpecahkan oleh bunyi bel sekolah yang keras.
Teeeeeetttttttt, teeeeeeeeeettttttttt, teeeeeeeeetttttttt.
“wah, udah masuk” ucapku.
Kamipun kembali ke tempat kami masing-masing.
***
Entah bagaimana bisa aku berteman dengan Galih. Padahal dulu kami selalu bertengkar. Kedekatanku dengan Galih terkadang menimbulkan ‘gossip’ bahwa kami berpacaran. Ah, dasar gossip !
Galih tahu betul semua tentangku. Bahkan saat aku putus dengan pacarku Imam, Galih mengetahui hal tersebut. Meskipun tak ku beri tahu.
Aku memang masih sayang pada Imam. Sampai-sampai aku selalu menangisi Imam, dan murung dikelas.
Saat pelajaran Ekonomi berlangsung, handphoneku bergetar. Dan ternyata itu pesan dari Galih.
“ehmz” begitu isi pesannya.
Akupun melirik ke belakang, dan tersenyum pada Galih. Galih membalas senyumku.
“apa ?” balasanku atas pesannya.
“kamu kenapa ?” tanya Galih singkat.
“gak kenapa napa. Emang Arumi kenapa gitu ?”
“kok murung terus ?” tanya Galih lagi.
“biasa, patah hati.”
“baru putus dari pacarnya yah ?”
Aku kaget. Dari mana Galih tahu ?
“iya” aku menjawab singkat pertanyaannya.
“kenapa gak nyari lagi aja ?”
“iya neh, temen-temen juga pada bilang gitu. Tapi ma siapa ?”
Saat itu, kami hanya terpusat pada pesan kami masing-masing.
Lalu, Galih menjawab.
“ma aku”
Whats ?
“ah, kamu bercanda mulu !” aku mencoba menghindari jawaban Galih itu.
“gak, ih. Beneran” jawab Galih serius.
“gak lucu tauk !”
Dia tak membalas pesanku. Aku berpikir.
Apa yang ada dipikirannya ? Benarkah itu ? Atau hanya sebuah canda ?
***
Ketika aku sedang diperjalanan pulang sekolah, handphoneku bergetar lagi.
“telpon dari Galih ?” jawabku kaget.
“tumben !”
“hallo ?” begitulah jawabanku.
“iya hallo” terdengar suara Galih yang lembut.
“ada apa Galih ?” tanyaku.
“kamu lagi dimana ?” Galih balik tanya.
“lagi dijalan mau pulang”
“Mm” Galih bergumam.
“kamu sekarang ma siapa ?” sambung Galih.
“maksudnya ?” tanyaku tak mengerti.
“kamu ma siapa ? pacar”
“Oo, Arumi lagi sendiri. Ada apa gitu Galih ?”
“Mm, gimana yah ? Susah ngomongnya”
Aku sedikit deg-degan. Penasaran, apa yang akan Galih ungkapkan.
“ngomong aja. Mau ngomong apa ?” sambungku.
“kamu mau gak, sama aku ?”
Aku tersentak. Dan aku spontan menjawab.
“gak bisa Galih. Gimana dengan Tyas ?”
Tyas adalah sahabatku. Galih dan Tyas pernah menjalin hubungan. Tapi hubungan tersebut tak berlangsung lama. Aku tak tahu mengapa. Karna Galih tak ingin menceritakannya lagi.
“kenapa gak bisa ?” nada Galih kecewa.
“Arumi tahu, Tyas masih sayang ma kamu. Dan Arumi gak mungkin nyakitin Tyas”
Tiba-tiba teleponnya terputus.
Ya Allah. Salahkah aku ? Mana yang harus aku pilih ? Cinta, atau persahabatan ?
Aku tak ingin menyakiti Tyas. Sehingga Aku pun reflex menjawab pertanyaan Galih.
Aku selalu mencoba jujur pada Tyas. Bahkan, saat pertama kali Galih ungkapkan cintanya padaku, aku berterus terang pada Tyas. Meskipun aku tahu bagaimana jadinya. Tyas marah padaku, dia kecewa.
Salah satu temanku berkata , “Arumi, apa yang kamu lakuin udah bener. Kamu emang harus jujur ma Tyas. Apapun resikonya. Semuanya bakal tambah lebih buruk kalo kamu gak jujur ma Tyas”
Ucapan itu benar adanya. Tapi itu tak membuatku senang. Aku tetap memikirkan Tyas, sahabatku.
***
Aku tak menyangka. Bahwa kejadian kemarin, membuat persepsi Galih berubah. Galih tak seperti dulu lagi. Dia slalu mencoba menjauh dariku. Aku sedih, karena Galih tak lagi menemaniku.
***
Aku kira, Galih akan terus membenciku. Tapi waktu berkata lain.
Malam itu, Senin, 20 April 2009.
Handphoneku berdering. Dan ternyata itu pesan dari Galih. Aku tersenyum bahagia. Ternyata Galih tidak membenciku.
“ehmz” isi pesan yang tidak asing.
“ehmz juga” balasku.
“Arumi, boleh gak aku ngungkapin perasaan aku”
“boleh-boleh aja”
“beneran ?” balas Galih senang.
“beneran ih. itu kan hak kamu”
Tiba-tiba Galih langsung menelponku.
“Ada apa ?”
“aku seneng banget. Akhirnya kita jadian”
Apa ? Aku tak pernah menjawab iya untuk ungkapan cinta Galih.
“jadian ?” jawabku heran.
“iya, jadian”
“Oo, iya jadian”
Kami terus bercakap-cakap ditelepon. Meskipun perasaanku tak karuan.
Rasanya, malam itu terasa mengerikan bagiku. Aku terus berpikir. Apa yang akan terjadi besok ? Bagaimana dengan Tyas ? Bagaimana juga dengan Galih bila aku bilang ini hanya sebuah salah paham ?
***
Tak terasa, pagipun menjelang. Aku tetap memberanikan diri untuk pergi sekolah. Walaupun aku tak tahu akan seperti apa jadinya.
Pagi itu terasa berbeda. Karna aku dan Galih tidak lagi bersama sebagai sahabat. Tapi sebagai sepasang kekasih.
Aku dan Galih bersikap biasa. Kami tidak memperlihatkan gerak-gerik seperti sepasang kekasih. Ntah bagaimana, semua orang mulai tahu hubunganku dengan Galih. Termasuk Tyas !
“selamat yah, moga langgeng” sebuah pesan dari Tyas yang membuat perasaanku tak karuan.
Dari mana Tyas tahu ? Siapa yang memberitahunya ?
Aku bingung, takut, kesal pada diriku. Kenapa mesti orang yang dicintai sahabatku yang sekarang menjadi kekasihku ? Kenapa mesti Galih ? Aku dilema..
***
Kini aku dan Tyas tak bersama-sama lagi. Karna kejadian itu. Tyas masih berpikir bahwa aku telah mengambil Galih dari genggamannya. Itu semua salah. Aku tak pernah punya niat untuk merebut Galih dari Tyas.
Hatiku terus menjerit. Meskipun disampingku sudah ada Galih, yang selalu ada untukku. Akan tetapi, terkadang aku merasa bersalah jika aku menatap wajah Galih.
“Galih, maafin Arumi..” ucap hatiku.
Aku memang tak mencintai Galih. Tapi waktu mengubah segalanya. Perasaanku pada Galih berubah. Dan aku tak bisa berbohong, bahwa aku mecintai Galih. Bahkan, rasa cintaku pada Galih membuatku tak peduli akan amarah sahabatku, Tyas.
***
Tak terasa kamipun sudah lulus SMP. Aku sedih. Rasanya aku tidak ingin jauh dari Galih. Karna aku membutuhkan Galih.
Hubunganku terus berlanjut dengan Galih. Jarak yang terbentang jauh tak membuat hubungan kami kandas. Kami selalu saling percaya.
Aku ingin hubunganku dilandasi dengan kejujuran. Akupun mencoba jujur pada Galih, bahwa aku tak diizinkan berpacaran oleh orang tuaku.
“Galih, Arumi mau jujur tentang sesuatu” begitulah isi pesanku untuk Galih.
“jujur apa ?” jawaban yang simple darinya.
“Mm, Arumi gak diizinin pacaran ma ortu. Jadi gimana ? mau tetep dilanjutin ?” aku menulis pesan itu dengan berat hati.
Tak ada balasan. Aku khawatir, Galih akan kecewa menerima pesan itu.
Beberapa saat kemudian, Galih membalas pesanku.
“asal kamu tau aja. Waktu aku ninggalin kamu, aku nyesel banget. Aku coba cari tahu kabar tentang kamu. Aku tanya ke Idris, Ana, Rully. Tapi gak ada yang tahu. Dan waktu kamu add aku difacebook, aku seneng banget. Sekarang terserah kamu. Semua keputusan ada di tangan kamu. Itu juga kalo kamu ngertiin perasaan aku”
Aku terdiam. Dan hatiku berucap, “Arumi sayang Galih. Arumi sayang Galih”
“ya udah, kita lanjutin hubungan kita. Maafin Arumi yah”
“iya, gak apa-apa. Makasih udah ngerti”
***
Apa yang dikatakan Galih ternyata benar adanya. Difacebook, Ana mengirimkan pesan padaku.
“cinta, kemana aja ? Galih nanyain” begitu pesannya.
Aku hanya bisa tersenyum.
Saat aku berkunjung ke SMP, aku langsung mendapat serbuan pertanyaan.
“Arumi, kemana aja ? Gak ada kabar ? Galih nanyain tauk !”
“Arumi ? Galih nanyain kamu terus. Dia nanya-nanya ke semua orang”
Saat itu handphoneku hilang. Sehingga nomorku yang dulu tak dapat dihubungi.
“Ya Allah, sampai segitunya ?” tanya hatiku, saat mendapat serbuan pertanyaan tersebut.
“Arumi gak tau, Galih bakal nyari-nyari kabar tentang Arumi ke semua orang. Sekarang Arumi yakin, kalo Galih bener-bener tulus mencintai Arumi”
Air mataku terjatuh. Terharu akan perjuangan Galih untuk mencari kabar tentangku.
***
Waktu terus berputar, dan mulai mengubah segalanya. Mungkin inilah takdirnya. Aku tak bisa lagi mempertahankan hubunganku dengan Galih. Hubunganku dengan Galih berakhir, karena kebodohanku yang jatuh ke lain hati. Aku mencintai orang lain, orang itu tak lain adalah kakak kelasku. Marlan.
Hubunganku dengan Marlan pun tak berlangsung lama. Marlan memutuskan hubungan cintaku dengannya.
Aku mulai menyesal.
Aku menyesal karna telah melepaskan Galih demi Marlan. Padahal Galih jelas-jelas tulus mencintaiku.
Aku menyesal karna telah menjadi penghuni hati Galih. Sehingga aku kehilangan sahabatku. Tapi aku terlanjur mencintai Galih. Aku merelakan sahabatku demi cintaku pada Galih.
Disisi lain, akupun menyesal tlah memutuskan Galih. Karna itu tak membuat sahabatku kembali. Dan aku menyesal. Karna aku masih mencintai Galih. Bahkan sampai sekarang, aku masih mencintai Galih. Aku tak bisa membagi hatiku ini untuk yang lain. Cinta ini sudah terikat oleh Galih.
Penyesalanku, takkan membuat semua kembali seperti semula. Aku sudah kehilangan semuanya. Sahabatku, cintaku.
Tak sepantasnya aku terus terpuruk dalam penyesalan ini. Ini semua bukan sebuah penyesalan. Tapi ini, sebuah pelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar