chotto ki ni naru koto ga arimasu .

Jumat, 12 November 2010

Tentang Negara Jepang part II

Jepang (bahasa Jepang: 日本 Nippon/Nihon, secara harfiah: "asal-muasal matahari") adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan benua Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Pulau-pulau paling besar adalah, dari utara ke selatan, Hokkaido (北海道), Honshu (本州, pulau terbesar), Shikoku (四国), dan Kyushu (九州). Beberapa pulau-pulau kecil berada di dekat keempat pulau ini, termasuk sebuah kelompok pulau-pulau kecil yang berada di sebelah selatan di Okinawa.



Jepang (bahasa Jepang: 日本 Nippon/Nihon, secara harfiah: "asal-muasal matahari") adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan benua Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Pulau-pulau paling besar adalah, dari utara ke selatan, Hokkaido (北海道), Honshu (本州, pulau terbesar), Shikoku (四国), dan Kyushu (九州). Beberapa pulau-pulau kecil berada di dekat keempat pulau ini, termasuk sebuah kelompok pulau-pulau kecil yang berada di sebelah selatan di Okinawa.

Jepun disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang. Kedua kata ini ditulis dengan huruf kanji yang sama, yaitu 日本. Sebutan Nippon sering digunakan dalam urusan resmi, sedangkan Nihon biasanya digunakan dalam urusan tidak resmi seperti pembicaraan harian.

Kata Nippon dan Nihon berarti "negara matahari terbit". Nama ini berasal dari utusan resmi negara China, dan merujuk kepada kedudukan relatif Jepang di sebelah timur benua Asia. Sebelum itu, Jepang dikenal sebagai Yamato (大和). Wa (倭) digunakan di negara China pada zaman Tiga Negara.

Kata Jepang dalam bahasa Indonesia diturunkan dari kata Jepun, berasal dari bahasa Kanton, yang membawa sebutan Yat Pun.

Sebutan resmi Jepang dalam bahasa Jepang ialah Nipponkoku atau Nihonkoku (日本国), yang berarti "negara Jepang."


Zaman Klasik

Patung Buddha di Todaiji, Nara, yang dibuat pada tahun 752.Menurut mitologi tradisional Jepang, Jepang didirikan oleh Kaisar Jimmu pada abad ke-7 SM, yang memulai mata rantai kaisar-kaisar yang masih belum putus hingga kini. Meskipun begitu, sepanjang sejarahnya, untuk kebanyakan masa kekuatan sebenarnya berada di tangan anggota-anggota istana, para shogun, pihak militer, dan pada zaman modern, perdana menteri.

Bagian sejarah Jepang meninggalkan catatan dimulai pada abad ke-5 dan 6 Masehi, saat sistem tulisan Tionghoa, agama Buddha, dan kebudayaan Tionghoa lainnya diperkenalkan Baekje, sebuah kerajaan di Korea. Melalui Perintah Perubahan Taika pada tahun 645, Jepang memperkuat penggunaan kebudayaan-kebudayaan Tionghoa, dan menyusun ulang sistem pemerintahannya dengan mencontoh dari Tiongkok. Ini membuka jalan bagi kekuatan filsafat Konfusianisme Tionghoa yang dominan di Jepang hingga abad ke-19.

Periode Nara pada abad ke-8 menandai sebuah negeri Jepang yang kuat yang dipusatkan pada sebuah istana kekaisaran di kota Heijo-kyo (kini Nara). Istana kekaisaran tersebut kemudian pindah ke Nagaoka-kyo dan lalu Heian-kyo (kini Kyoto), memulai "masa keemasan" kebudayaan klasik Jepang yang dipanggil periode Heian.


Zaman Pertengahan

Zaman pertengahan Jepang dicirikan bangkitnya kelompok penguasa yang terdiri dari para ksatria yang disebut samurai. Pada tahun 1185, jendral Minamoto no Yoritomo adalah orang pertama yang menjadi penguasa pada saat yang bersamaan dengan Kaisar; dia berkuasa di Kamakura, di sebelah selatan Yokohama masa kini. Setelah Yoritomo wafat, klan ksatria lainnya Hojo, mengambil kekuasaan sebagai semacam adipati bagi para shogun. Keshogunan tersebut berhasil menahan serangan Mongol dari wilayah Tiongkok kekuasaan Mongol pada tahun 1274 dan 1281. Meskipun Keshogunan Kamakura ini terbilang stabil, tak lama kemudian Jepang pecah kepada faksi-faksi yang saling berperang dalam masa yang kemudian dikenal sebagai Zaman Negara-Negara Berperang atau periode Sengoku.


Sekelompok orang-orang Portugis dari periode Nanban, abad ke-17.Pada abad ke-16, para pedagang dan misionaris dari Eropa tiba di Jepang untuk pertama kalinya, mengawali periode "Nanban" ("orang-orang barbar dari Selatan") yang diisi pertukaran perniagaan dan kebudayaan yang aktif antara Jepang dan dunia Barat. Sekitar masa yang sama, Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu, makin memperkuat kontrolnya terhadap negara-negara berperang tersebut. Penanganan Nobunaga terhadap negara yang semena-mena dan otoriter membuatnya menjadi penguasa yang tidak disukai, meski kejeniusan militernya tidak dapat disangkal. Penjajahan terhadap Korea yang dilaksanakan Hideyoshi pada tahun 1592 juga membuat namanya tercemar dalam sejarah Jepang, khususnya setelah Jepang berhasil diusir pasukan Dinasti Ming dari Tiongkok dan angkatan laut Korea.

Tokugawa akhirnya mempersatukan negara setelah mengalahkan para musuhnya pada Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600, dan memindahkan ibu kota ke Edo (kini Tokyo) dan memulai Keshogunan Tokugawa.

Keshogunan Tokugawa, yang curiga terhadap pengaruh misionaris Katolik, melarang segala hubungan dengan orang-orang Eropa kecuali hubungan terbatas dengan pedagang Belanda di pulau Dejima. Mereka juga menjadi lebih berhati-hati terhadap pedagang dengan Tiongkok, khususnya setelah suku Manchu menguasai Tiongkok dan mendirikan Dinasti Qing. Suku Manchu menguasai Korea pada tahun 1637, dan pihak Jepang takut akan kemungkinan invasi dari suku Manchu. Jepang karena itu menjadi bahkan lebih terisolasi lagi dibandingkan sebelumnya. Periode pengurungan diri ini berakhir dua setengah abad kemudian, pada masa persatuan politis yang dikenal sebagai periode Edo, yang dianggap sebagai masa puncak kebudayaan pertengahan Jepang.


Zaman Modern

Kekaisaran Jepang terdiri dari sebagian besar Asia Timur dan Tenggara pada tahun 1942.Pada tahun 1854, Komodor AS, Matthew Perry memaksa dibukanya Jepang kepada Barat melalui Persetujuan Kanagawa. Para samurai yang menganggap bahwa ini menunjukkan lemahnya keshogunan mengadakan pemberontakan yang berujung kepada Perang Boshin pada tahun 1867-8. Pihak keshogunan akhirnya mundur dan Restorasi Meiji mengembalikan kekuasaan kepada Kaisar. Jepang mengadopsi beberapa institusi Barat pada periode Meiji, termasuk pemerintahan modern, sistem hukum, dan militer. Perubahan-perubahan ini mengubah Kekaisaran Jepang menjadi kekuatan dunia yang mengalahkan Tiongkok dalam Perang Tiongkok-Jepang dan Rusia dalam Perang Rusia-Jepang. Hingga tahun 1910, Jepang telah menguasai Taiwan, separuh dari Sakhalin, dan Korea.

Awal abad ke-20 sempat menjadi saksi mata kepada "demokrasi Taisho" yang lalu diselimuti bangkitnya nasionalisme Jepang. Pada tahun 1936, Jepang menanda tangani Pakta Anti-Komintern dan bergabung dengan Jerman dan Italia untuk membentuk suatu aliansi axis. Pada tahun 1937, Jepang menginvasi Manchuria yang menyebabkan terjadinya Perang Tiongkok-Jepang (1937). Pada tahun 1941, Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, dan membawa AS memasuki Perang Dunia II. Setelah kampanye yang panjang di Samudra Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-wilayah yang awalnya dimilikinya, dan AS mulai melakukan pengeboman strategis terhadap Tokyo, Osaka dan kota-kota besar lainnya serta pengeboman atom terhadap Hiroshima dan Nagasaki. Jepang akhirnya menyerah kepada pihak Sekutu pada 15 Agustus 1945.

Pendudukan Amerika secara resmi berakhir pada tahun 1952, meski pasukan AS tetap mempertahankan pangkalan-pangkalan penting di Jepang, khususnya di Okinawa. Jepang menggunakan konstitusi baru sejak tahun 1947, yang menetapkan negara tersebut sebagai negara demokratis pasifis. Setelah pendudukan tersebut, produk domestik bruto Jepang tumbuh menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia di bawah program pengembangan industri yang agresif, proteksionisme, dan penundaan pertahanan strategis kepada AS. Meskipun pasar saham sempat jatuh dengan tajam pada tahun 1990 dan negara tersebut hingga kini masih belum pulih sepenuhnya dari hal itu, Jepang tetap merupakan sebuah kekuatan ekonomi dunia dan akhir-akhir ini telah mulai bangkit sebagai kekuatan strategis dengan mengirimkan pasukan non-pertempuran ke Perang Teluk, upaya kemanusiaan PBB untuk membangun kembali Kamboja, dan invasi AS terhadap Irak pada tahun 2003.


Keluarga Kekaisaran

Jepang memiliki sebuah keluarga kekaisaran yang diketuai oleh seorang kaisar, yang juga merupakan kepala negara Jepang. Namun, ia hanya memainkan peranan dalam upacara-upacara istiadat dan tidak memiliki kekuasaan apapun yang berkaitan dengan pemerintahan negara. Kaisar Jepang merupakan lambang perpaduan negara dan rakyat Jepang.

kaisar pada masa ini adalah Akihito (明仁), kaisar yang ke-125. Ia naik takhta setelah ayahandanya Hirohito, mangkat pada 7 Januari 1989. Ia ditabalkan pada 12 November 1990. Anandanya, Putra Mahkota Naruhito, menikah dengan rakyat biasa, Masako Owada, dan dikaruniai seorang anak perempuan, Puteri Aiko.
Posted by jepang.net at 23:02

Diposkan oleh .::JapanFreak::. di 00.11


Objek wisata jepang

Halo Ni mao bahas about objek wisata jepank yang bagus ni
sekalian bwt ningkatin wawasan
da taman ueno n lain-lain
baca lengkapnya tinggal klik read more di bawah ini
1. Taman Ueno
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Hanami di Taman Ueno

Taman Ueno (上野公園, Ueno kōen?) adalah taman umum yang berada di kawasan Ueno, distrik Taito-ku, Tokyo, Jepang. Nama resminya adalah Taman Ueno Pemberian Kaisar (上野恩賜公園, Ueno onshi kōen?). Taman seluas sekitar 530 ribu meter persegi ini dikelola Dinas Pekerjaan Umum Tokyo.

Di sebelah selatan taman terdapat kolam luas bernama Kolam Shinobazu. Di musim panas, sebagian permukaan kolam dipenuhi dengan indahnya daun-daun hijau dan merah muda bunga tanaman seroja. Di musim dingin, burung-burung migran menggunakan Kolam Shinobazu sebagai tempat tinggal sementara hingga datangnya musim semi. Di musim semi, Taman Ueno populer sebagai tempat melihat bunga sakura. Ketika bunga sakura sedang mekar-mekarnya, taman ini ramai dengan orang yang datang berkelompok-kelompok untuk melakukan hanami.

Sejarah
Musim semi di Kuil Benzaiten

Taman Ueno bermula dari sebuah kuil bernama Kan'ei-ji yang dibangun pada zaman Edo oleh shogun ke-3 Tokugawa Iemitsu. Kuil tersebut dibangun untuk menyegel kekuatan jahat dari timur laut yang dipercaya sebagai mata angin sial. Semasa Perang Bōshin, bangunan kuil Kan'ei-ji habis terbakar setelah dipakai sebagai benteng pertahanan kelompok prajurit pendukung keshogunan yang disebut Shōgitai.

Pada tahun 1870, dokter Belanda bernama Anthonius Bauduin datang untuk memeriksa lokasi bekas Kan'ei-ji. Menurut rencana, di lokasi ini akan didirikan sekolah kedokteran dan rumah sakit. Ia juga menyarankan kepada pemerintah untuk mempertahankan kawasan Ueno sebagai sebuah taman.

Pada tahun 1837, lokasi untuk Taman Ueno ditetapkan berdasarkan perintah Dajōkan (menteri dalam negeri). Taman Ueno selesai dibangun dan dibuka untuk umum pada tahun 1876. Pembangunan Kebun Binatang Ueno dan Museum Nasional Tokyo dimulai tahun 1882. Pada tahun 1890, tanah kawasan taman menjadi hak milik dan berada di bawah yurisdiksi Bagian Rumah Tangga Kekaisaran.

Pada tahun 1924, Bagian Rumah Tangga Kekaisaran menghibahkan taman kepada pemerintah kota Tokyo, sehingga taman secara resmi diberi nama Taman Ueno Pemberian Kaisar (Ueno onshi kōen). Di Jalur Utama Keisei dibangun stasiun kereta api baru antara Stasiun Nippori dan Stasiun Keisei Ueno. Stasiun selesai tahun 1933 dan diberi nama Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen. Pada tahun 1997, Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen berhenti beroperasi sebelum dihapus pada tahun 2004.

Pada tahun 1973, patung Anthonius Bauduin didirikan untuk memperingati 100 tahun berdirinya Taman Ueno. Namun wajah patung keliru dibuat dari potret wajah adik Anthonius Bauduin. Patung dengan wajah yang benar selesai dibangun kembali pada tahun 2006.


2. Menara Tokyo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Menara Tokyo (東京タワー, Tokyo Tower?) adalah sebuah menara di Taman Shiba, Tokyo, Jepang. Tinggi keseluruhan 332,6 m dan merupakan bangunan menara baja tertinggi di dunia yang tegak sendiri di permukaan tanah.[1] Berdasarkan peraturan keselamatan penerbangan, menara ini dicat dengan warna oranye internasional dengan warna putih di beberapa tempat. Bangunan sekelilingnya lebih rendah, sehingga Menara Tokyo bisa dilihat dari berbagai lokasi di pusat kota.
Menara Tokyo terkenal sebagai simbol kota Tokyo dan objek wisata daripada fungsinya sebagai menara antena pemancar TV analog (UHF/VHF), TV lokal digital, dan radio FM. Selain itu, perusahaan KA East Japan Railway menggunakan menara ini untuk meletakkan antena radio sistem darurat kereta api, dan sejumlah instrumen pengukuran dipasang oleh Kantor Lingkungan Hidup Metropolitan Tokyo.


Tokoh Jepang

Akihito

Akihito (明仁), (lahir 23 Desember 1933), adalah kaisar Jepang ke-125, yang memerintah sejak tahun 1989, menggantikan ayahnya kaisar Hirohito yang meninggal dunia.

Akihito merupakan putra pertama dan merupakan anak kelima kepada Kaisar Showa (Hirohito) dan Maharani Kojun (Nagako). Bergelar Tsugo no miya (継宮; Putra Tsugo) semasa kanak-kanak, beliau dibesarkan dan diajar oleh guru privat dan kemudian belajar di Sekolah Dasar Anak Laki-laki dan Sekolah Menengah ketika itu, Peers' School (Gakushuin selepas 1947), 1940-52. Beliau dipisahkan dari keluarganya pada usia tiga tahun.

Ketika kota Tokyo dibom oleh pihak Amerika pada Maret 1945, beliau dan saudara mudanya, Pangeran Masahito (sekarang Pangeran Hitachi), dipindahkan dari Tokyo. Ketika masa pendudukan Amerika selepas Perang Dunia II, Pangeran Akihito belajar Inggris dengan Elizabeth Gray Vining sebagai gurunya. Pangeran Akihito kuliah sebentar di Jurusan Ilmu Politik di Universitas Gakushuin di Tokyo dan tidak menerima ijazah. Walaupun beliau merupakan putera mahkota Takhta Bunga Seruni dari 23 Disember 1933, perlantikan resmi sebagai Pangeran (Rittaishi no Rei) berlangsung pada 10 November 1951 di Istana Kaisar.

Pada Juni 1953, Pangeran Akihito mewakili Jepang sebagai utusan dalam upacara pelantikan Ratu Elizabeth II Britania Raya. Pada 10 April 1959, dia menikah dengan Michiko Shoda (lahir 24 Oktober 1934), anak perempuan Shoda Hidesaburo, presiden komisaris Industri Tepung Nisshin. Perkawinan tersebut menerobos tradisi karena Michiko Shoda bukan seorang keturunan bangsawan yang pertama yang menikah dengan keluarga kerajaan. Selepas itu, Pangeran Akihito dan Pangeran Michiko mengadakan kunjungan resmi ke 37 negara. Pangeran Akihito naik takhta setelah Kaisar Hirohito wafat pada 7 Januari 1989 dan secara resmi menjadi kaisar Jepang yang ke 125 pada 12 November 1990.

Semenjak naik takhta kekaisaran, Kaisar ini berusaha untuk mendekatkan keluarga Kaisar dengan masyarakat Jepang. Ia mengadakan kunjungan resmi ke 18 negara, termasuk ke 47 prefektur di Jepang. Kaisar Akihito dan Ratu Michiko dikaruniai tiga putra: Pangeran Naruhito (lahir 23 Februari 1960), Pangeran Akishino (Fumihito, lahir 11 November 1965) dan Putri Sayako Nori (gelar, Nori no miya, atau Putri Nori, lahir 18 April 1969).

Era pemerintahannya dinamai "Heisei".


Zaman Nanboku-cho

Zaman Nanboku-cho (南北朝時代, Namboku-chō Jidai?) atau zaman Istana Utara-Istana Selatan (1336-1392) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang di awal zaman Muromachi. Istilah zaman Nanboku-cho biasanya dipakai untuk menyebut periode antara tahun 1336-1392 ketika pemerintah dan kekaisaran Jepang terbelah dua menjadi Istana Selatan (Yamato no Kuni Yoshino Angū, atau Istana Sementara Yoshino) dan Istana Utara di Kyoto (Yamashiro no Kuni Heian-kyō). Kedua belah pihak masing-masing mengklaim sebagai pemegang tahta yang sah. Walaupun demikian, Perang Genkō yang menandai kejatuhan Keshogunan Kamakura (1331-1333) dan Restorasi Kemmu (1333-1336) sering dikatakan terjadi pada zaman Nanboku-cho.

Pada tahun 1336, shogun Ashikaga Takauji mendirikan Istana Utara (Hokuchō) di Kyoto dengan Kaisar Kōmyō sebagai kaisar. Sementara itu, Kaisar Godaigo mendirikan Istana Selatan (Nanchō) dalam pengungsian di Yoshino. Zaman Nanboku-cho berakhir ketika Istana Selatan bersatu dengan Istana Utara pada tahun 1392.



Pendirian Istana Utara-Istana Selatan
Setelah Kaisar Go-Saga turun tahta pada tahun 1246, keluarga kekaisaran terbelit masalah suksesi, dan terbelah dua menjadi faksi/garis keturunan Jimyō-in dan faksi/garis keturunan Daikaku-ji. Masing-masing faksi dipimpin putra Kaisar Go-Saga. Faksi Jimyō-in merupakan pendukung kaisar ke-89 Kaisar Go-Fukakusa (bertahta 1246-1259), sedangkan faksi Daikaku-ji merupakan pendukung kaisar ke-90 Kaisar Kameyama (bertahta 1259-1274). Berperan sebagai penengah, Keshogunan Kamakura menggunakan sistem Ryōtōtetsuritsu (kaisar dari masing-masing faksi/garis keturunan dapat naik tahta secara bergantian).

Pada tahun 1333, Kaisar Go-Daigo dari faksi Daikaku-ji mengeluarkan perintah kaisar agar samurai di seluruh negeri bergerak menumbangkan keshogunan. Keshogunan Kamakura akhirnya tumbang akibat perlawanan yang dipimpin Ashikaga Takauji dan Nitta Yoshisada. Kaisar Go-Daigo kemudian menjalankan kediktatoran kaisar dalam pemerintahan yang bersifat otokrasi. Kaisar Go-Daigo mengganti nama zaman menjadi zaman Kemmu, sehingga periode tersebut dinamakan Restorasi Kemmu. Namun ternyata pemerintahan Kaisar Go-Daigo hanya menghasilkan kekacauan politik. Pihak samurai yang berjasa menumbangkan Keshogunan Kamakura merasa tidak puas atas penghargaan dan hadiah yang diterima dari istana.

Ashikaga Takauji yang berangkat untuk memadamkan Pemberontakan Nakasendai ternyata berubah menjadi pembelot. Takauji mendapat dukungan dari kalangan samurai yang merasa tidak puas terhadap kaisar. Sebagai akibatnya, Kaisar Go-Daigo memerintahkan Nitta Yoshisada dan Kitabatake Akiie untuk membunuh Ashikaga Takauji. Pasukan Nitta ditaklukkan pasukan Ashikaga dalam Pertempuran Hakone-Takenoshita. Namun, pasukan Ashikaga yang memasuki ibu kota Kyoto berhasil diusir pasukan Kitabatake yang diturunkan dari Provinsi Mutsu. Ashikaga Takauji dan pasukannya dipaksa mundur sampai ke Kyushu.

Pada tahun 1336, Pasukan Ashikaga menaklukkan pasukan kekaisaran dalam Pertempuran Tatarahama di Kyushu. Kemenangan ini menjadikan Pulau Kyushu berada di bawah kekuasaan pasukan Ashikaga. Tahun berikutnya, setelah menerima perintah Kaisar Kōgon yang berasal dari faksi Jimyō-in, pasukan Ashikaga bergerak maju menuju Kyoto. Dalam Pertempuran Minatogawa, pasukan kekaisaran yang terdiri dari pasukan Nitta Yoshisada dan Kusunoki Masashige dikalahkan pasukan Ashikaga, sedangkan sisanya bertahan dan terkepung di Gunung Hiei. Perdamaian tercapai untuk sementara waktu antara Kaisar Go-Daigo dan Ashikaga Takauji. Setelah merampas Tiga Harta Suci dari kaisar, Ashikaga Takauji mendirikan kekaisaran Istana Utara (Hokuchō) di Kyoto dengan Kaisar Komyō sebagai kaisar yang baru.

Kaisar Go-Daigo melarikan diri ke Yoshino. Tiga Harta Suci yang diserahkan kepada pihak Istana Utara menurut Kaisar Go-Daigo adalah barang palsu, sehingga Istana Utara diklaim sebagai bukan pemerintah yang sah. Pemerintahan tandingan yang didirikan Kaisar Go-Daigo di Yoshino disebut Istana Selatan (Nanchō) atau Istana Yoshino. Istana Selatan mengutus para pangeran untuk pergi ke daerah Hokuriku dan Kyushu untuk memperkuat klaim bahwa Istana Selatan adalah tahta yang sah.

Masih di tahun 1336, Ashikaga Takauji menetapkan Kemmu Shikimoku (Undang-undang Kemmu) yang merupakan prinsip dasar bagi kebijakan pemerintah keshogunan. Selain itu, Kemmu Shikimoku dijadikan landasan bagi Ashikaga Takauji untuk mendirikan pemerintahan baru yang disebut Keshogunan Muromachi. Selanjutnya pada tahun 1338, Istana Utara mengangkat Ashikaga Takauji sebagai Seii Taishogun. Pengangkatan ini menjadikannya sebagai shogun pertama Keshogunan Muromachi

Kemunduran Istana SelatanKekuatan Istana Selatan semakin melemah setelah sejumlah panglima militer Istana Selatan gugur secara berturut-turut hingga tahun 1338. Nawa Nagatoshi, Yūki Chikamitsu, Chigusa Tadaaki, dan Kitabatake Akiie, serta Nitta Yoshisada semuanya tewas. Di pihak yang berseberangan, kekuatan militer Istana Utara jauh mengungguli kekuatan militer Istana Selatan. Dalam Pertempuran Shijōnawate 1348, kakak beradik Kusunoki Masatsura-Kusunoki Masatoki (putra Kusunoki Masashige) yang memimpin pasukan Istana Selatan tewas dibunuh Kō no Moronao dari pihak Ashikaga. Pertempuran ini menyebabkan Istana Yoshino jatuh ke tangan musuh. Kaisar Go-Murakami dan para pengikut Istana Selatan melarikan diri ke Anō (sekarang kota Gojō, Prefektur Nara) untuk menutup-nutupi kemerosotan Istana Selatan.

Selanjutnya, perseteruan terjadi antara Ashikaga Tadayoshi (adik Ashikaga Takauji yang ditugaskan sebagai pemimpin pemerintahan) dan Kō no Moronao yang menjabat pengurus klan Ashikaga. Konflik di antara keduanya berpuncak pada zaman Kan-ō (Kannō) menjadi perang saudara yang disebut Kerusuhan zaman Kannō (Kannō no Jōran). Tadayoshi yang tersisih dalam persaingan politik membelot ke pihak Istana Selatan. Putra Ashikaga Takauji bernama Ashikaga Tadafuyu yang dijadikan putra angkat oleh Tadayoshi mengikuti jejak ayah angkatnya, dan membelot ke Istana Selatan. Setelah melarikan diri, Tadafuyu memulai perlawanan dari Kyushu. Kekuatan Istana Selatan mulai pulih setelah pihak yang ikut memperebutkan ibu kota Kyoto semakin banyak. Sejumlah shugo, termasuk Yamana Tokiuji ikut bergabung dan bertempur di pihak Istana Selatan. Kaisar Go-Murakami pindah ke Istana Suminoe (Suminoe-den), atau disebut Istana Shōin (Shōin-den). Istana Suminoe merupakan milik klan Tsumori yang turun-temurun menjadi gūji (kepala pendeta) di kuil Sumiyoshi Taisha yang merupakan pendukung Istana Selatan. Istana Suminoe sewaktu dijadikan markas pihak Istana Selatan disebut Istana Sementara Sumiyoshi (Sumiyoshi Angū). Lokasinya sekarang terletak di distrik Sumiyoshi, Osaka.

Pada tahun 1351, Ashikaga Takauji untuk sementara menyerah kepada Istana Selatan sebagai strateginya dalam menghadapi faksi Ashikaga Tadayoshi. Nama zaman yang digunakan Istana Utara untuk sementara diganti menjadi zaman Shōhei seperti nama zaman yang sedang digunakan Istana Selatan. Pihak militer Istana Selatan memanfaatkan kesempatan untuk bergerak maju ke Kyoto, dan menghantam Ashikaga Yoshiakira. Kyoto jatuh ke tangan Istana Selatan, dan Tiga Harta Suci berhasil dirampas kembali. Sebagai pembalasan, Yoshiakira menghidupkan kembali nama zaman yang digunakan Istana Utara, dan bermaksud merebut kembali Kyoto. Namun ketika mundur dari Kyoto, Istana Selatan menculik Kaisar Kōgon dan Kaisar Kōmyō yang keduanya sudah pensiun (Daijō Tennō), serta Kaisar Sukō (putra Kaisar Kōgon) yang baru saja turun tahta. Ketiga mantan kaisar tersebut dibawa dengan paksa ke Anō. Akibatnya, Kaisar Go-Kōgon (adik Kaisar Sukō, putra Kaisar Kōgon) dari Istana Utara harus naik tahta tanpa adanya Tiga Harta Suci yang sedang dikuasai Istana Selatan.

Sementara itu, Kitabatake Chikafusa dari Istana Selatan berencana untuk mengumpulkan kekuatan militer yang mendukung Istana Selatan di daerah Kanto. Chikafusa dalam keadaan terkepung di Istana Oda, Provinsi Hitachi menulis buku sejarah Jinnō Shōtōki. Isi buku tersebut menyatakan Istana Selatan sebagai pemerintah yang sah. Setelah Kaisar Go-Daigo mangkat pada tahun 1339, Chikafusa berperan sebagai tokoh berpengaruh di Istana Selatan. Setelah Chikafusa tutup usia pada tahun 1354, Istana Selatan kembali mengalami kemunduran.

Setelah kalah dalam konflik internal keshogunan, Hosokawa Kyōji dan Kusunoki Masanori bergabung dengan Istana Selatan. Keduanya berhasil menduduki Kyoto hingga ditaklukkan pada tahun 1367. Sejak itu pula, Istana Selatan tidak lagi memiliki kekuatan militer yang patut diperhitungkan. Sewaktu shogun Ashikaga Yoshiakira berkuasa di Istana Utara, kekuatan militer Istana Selatan sempat mengalami pasang surut di bawah pimpinan Ōuchi Hiroyo dan Yamana Tokiuji. Setelah shogun Yoshiakira wafat, Keshogunan Muromachi mengangkat Ashikaga Yoshimitsu yang masih berusia 11 tahun sebagai Seii Taishogun. Atas petunjuk pejabat kanrei Hosokawa Yoriyuki yang menjadi wakil shogun Yoshimitsu, perlawanan terhadap Istana Selatan terus gencar dilakukan. Termasuk di antaranya membuat panglima Istana Selatan, Kusunoki Masanori (putra Kusunoki Masashige) berada pihak Istana Utara

Situasi Kyushu dan bersatunya Istana Utara-Selatan
Di Kyushu, perang terus berlanjut antara pasukan Istana Selatan melawan pasukan Istana Utara seperti pasukan pimpinan Isshiki Noriuji dan Niki Yoshinaga yang ditinggalkan Ashikaga Takauji di Kyushu. Kekuatan militer Istana Selatan antara lain diwakili klan Kikuchi yang pernah dikalahkan pihak Ashikaga dalam Pertempuran Tatarahama. Pangeran Kaneyoshi (putra Kaisar Go-Daigo) diutus ke Kyushu untuk memperkuat kedudukan Istana Selatan. Akibatnya terjadi Pertempuran Chikugo yang konon melibatkan 100 ribu prajurit dari kedua belah pihak.

Ketika pecah Kerusuhan zaman Kan-ō, Kyushu berubah menjadi medan perang yang melibatkan tiga belah pihak yang bertikai. Penyebabnya adalah kedatangan Ashikaga Tadafuyu yang melarikan diri ke Kyushu. Pada waktu itu, bajak laut Jepang (wakō) merajalela di sepanjang lepas pantai Semenanjung Korea dan Tiongkok. Setelah berjanji kepada Dinasti Ming untuk mengatasi persoalan bajak laut Jepang, Pangeran Kaneyoshi (Istana Selatan) mendapat pengakuan dari Dinasti Ming sebagai "raja Jepang".

Keshogunan Muromachi (Istana Utara) mengutus Imagawa Sadayo dan pasukannya ke Kyushu untuk menghancurkan Istana Selatan. Pada akhirnya, Ashikaga Tadafuyu menyerah dan Kyushu berada di bawah penguasaan Istana Utara. Setelah Pangeran Kaneyoshi tidak lagi berkuasa di Kyushu, Dinasti Ming mengakui shogun Ashikaga Yoshimitsu sebagai "raja Jepang" yang baru.

Memasuki zaman Kōwa/Eitoku, dan zaman Genchū/Shitoku, Pangeran Kaneyoshi, Kitabatake Akiyoshi, Pangeran Muneyoshi yang merupakan pemimpin berpengaruh dari Istana Selatan tutup usia secara berturut-turut. Kaisar Chōkei yang merupakan tokoh bergaris keras juga mengundurkan diri, sehingga kedudukan Istana Selatan semakin lemah. Sementara itu, Ashikaga Yoshimitsu mengeluarkan peraturan yang membatasi kekuatan militer shugo daimyō. Akibatnya, kekuatan militer yang dimiliki shugo daimyō dalam melawan Istana Utara mulai habis. Kesempatan ini dimanfaatkan shogun Yoshimitsu untuk menjadi juru penengah bagi Istana Utara dan Istana Selatan. Pada tahun 1392, keshogunan menghidupkan kembali sistem Ryōtōtetsuritsu yang memungkinkan kaisar dari masing-masing faksi/garis keturunan dapat naik tahta secara bergantian. Hak kepemilikan tanah pemerintah di seluruh negeri juga diberikan kepada garis keturunan Daikaku-ji. Sebagai balasannya, Kaisar Go-Kameyama (Istana Selatan) mengembalikan Tiga Harta Suci kepada Kaisar Go-Komatsu (Istana Timur). Perdamaian akhirnya tercapai dengan bersatunya Istana Utara dan Istana Selatan.

Pihak Go-Nanchō
Setelah bersatunya Istana Utara-Istana Selatan, perjanjian bahwa kaisar dari masing-masing faksi/garis keturunan dapat naik tahta secara bergantian (sistem Ryōtōtetsuritsu) ternyata tidak dipatuhi Istana Utara. Kaisar yang naik tahta selalu berasal dari faksi Jimyō-in (Istana Utara). Sepanjang periode yang disebut Go-Nanchō (pasca-Istana Selatan) dan berlangsung hingga pertengahan abad ke-15, Istana Selatan terus menerus mengadakan pemberontakan. Sejak tahun 1428, perlawanan Istana Selatan semakin gencar setelah terputusnya garis keturunan Jimyō-in karena tidak lagi memiliki pewaris yang berhak atas tahta.

Pada tahun 1443, pihak Go-Nanchō yang terdiri dari sisa-sisa pengikut Istana Selatan dan bangsawan istana klan Hino menyerang istana kaisar. Penyerbuan tersebut dipimpin dua anggota keluarga Istana Selatan. Dua dari Tiga Harta Suci, yakni permata dan tsurugi (katana) berhasil dirampas. Peristiwa ini disebut Insiden Kinketsu. Keshogunan berhasil merebut kembali tsurugi, namun permata terus berada di bawah kekuasaan Go-Nanchō. Pihak Go-Nanchō menghilang dari peredaran, dan tidak disebut-sebut lagi dalam buku sejarah sejak permata kembali berhasil direbut, dan kakak beradik keturunan Istana Selatan, Pangeran Jiten dan Pangeran Chūgi dibunuh. Pembunuhnya adalah pengikut klan Akamatsu (Istana Utara) yang memendam dendam terhadap Istana Selatan karena pernah dihancurkan pada peristiwa Pemberontakan Kakitsu. Setelah berabad-abad berlalu, Kaisar Meiji akhirnya pada tahun 1911 memutuskan bahwa Istana Selatan adalah pewaris kekuasaan yang sah.



Japanese Culture

1. GEISHA
Geisha (芸者"orang dari seni") adalah seniman-tradisional Jepang.Kata Geiko juga digunakan untuk menjelaskan orang tersebut. Geisha sangat umum pada abad 18 dan 19, dan masih dalam keberadaan hari ini, meskipun mereka adalah nomor dwindling. "Geisha," tegas / geɪ ʃa / ( "gay-Sha") adalah istilah yang paling akrab Bahasa Inggris ke speaker, dan yang paling umum digunakan di Jepun juga, tetapi di Kansai wilayah istilah dan geigi, untuk magang Geisha, " Maiko "juga telah digunakan sejak Restorasi Meiji. Istilah maiko hanya digunakan di Kyoto kabupaten. Inggris pengucapan gi ʃa ( "wah-Sha") atau frasa "Geisha gadis," selama Amerika umum pekerjaan dari Jepang, membawa konotasi prostitusi, seperti beberapa perempuan muda, nekat untuk uang dan menyebut dirinya "Geisha," dijual sendiri untuk pasukan Amerika.
Geisha tradisi yang berkembang dari taikomochi atau hōkan, jesters serupa ke pengadilan. " Geisha pertama adalah semua laki-laki; sebagai perempuan mulai mengambil peran mereka dikenal sebagai onna Geisha (女芸者), atau "artis wanita (perempuan formulir)." . Geisha hari ini secara perempuan, selain dari Taikomochi. Taikomochi yang sangat langka. Hanya tiga saat ini terdaftar di Jepang. Mereka cenderung jauh lebih mesum daripada Geisha. Tokoh-tokoh lain yang menyumbang kepada penciptaan modern yang Oiran Geisha, atau courtesans, dan Odoriko, menari perempuan. Odoriko khususnya yang dipengaruhi Geisha untuk menyertakan tari sebagai bagian dari seni daftar lagu-lagu mereka.
Geisha tradisional yang terlatih dari anak muda. Geisha sering membeli rumah perempuan muda dari keluarga miskin, dan mengambil tanggung jawab untuk meningkatkan dan pelatihan mereka. Selama anak mereka, sesuai Geisha pertama bekerja sebagai maids, maka sebagai asisten ke rumah Geisha's senior mereka sebagai bagian dari pelatihan dan memberikan kontribusi untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan mereka. Ini lama-tradisi diadakan pelatihan masih ada di Jepang, di mana siswa tinggal di rumah seorang pemimpin dari beberapa seni, memulai melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengawasan umum dan membantu master, dan akhirnya bergerak hingga menjadi tuan sendiri di kanan (lihat juga irezumi). Pelatihan ini sering berlangsung selama bertahun-tahun.

Program studi tradisional mulai dari usia muda dan meliputi berbagai seni, termasuk alat-alat musik Jepang (terutama shamisen) dan tradisional bentuk bernyanyi, tari tradisional, upacara teh, mengatur bunga (ikebana), puisi dan literatur. Dengan menonton dan membantu senior Geisha, mereka menjadi terampil di kompleks tradisi sekitarnya memilih, pencocokan, dan pakaian berharga scorpio, dan dalam berbagai permainan dan seni percakapan, dan juga dalam berurusan dengan klien.

Setelah seorang wanita menjadi magang Geisha (a maiko) dia akan mulai untuk menemani senior Geisha ke rumah teh, dan pihak banquets yang merupakan's a Geisha lingkungan kerja. Untuk beberapa hal, ini tradisional metode pelatihan berlangsung, walaupun ia adalah kebutuhan foreshortened. Geisha modern tidak lagi dibeli oleh atau dibawa ke rumah Geisha sebagai anak-anak. Menjadi Geisha sekarang sepenuhnya sukarela. Kebanyakan mereka mulai sekarang Geisha pelatihan di akhir umur belasan.

Apakah Geisha pelacur?
Sesungguhnya, tidak Geisha pelacur. Karena suatu hiburan laki-laki di belakang pintu tertutup di sebuah cara eksklusif, ada banyak spekulasi tentang underpinnings profesi mereka. Kebingungan yang seputar masalah ini telah rumit oleh Jepang pelacur yang ingin bersama-memilih yang prestise dari Geisha gambar, dan tidak akurat oleh depictions Geisha dari budaya populer di Barat.Meskipun Geisha dapat memilih untuk melakukan hubungan seksual dengan salah satu patrons dia, Geisha Jomblo tidak akan pernah melibatkan seks.

Geisha pertama tentang pelacur yang bernama Kako. Seiring dengan berjalannya waktu, ia menemukan bahwa ia tidak perlu terlibat di lampu merah-kabupaten.Kako secara langsung atau tidak langsung kepada ahli waris untuk banyak sekolah seni Jepang. Dia sendiri disebut a Geisha ( "seni-orang") dan mengucap diri untuk memberikan pertunjukan seni.

Kadang-kadang, a Geisha dapat memilih untuk mengambil danna (tua jaman untuk kata suami), yang biasanya adalah seorang laki-laki kaya yang memiliki cara untuk mendukung Geisha gundik. Meskipun a Geisha bisa jatuh cinta dengan danna, yang merupakan urusan customarily kontingen atas danna kemampuan finansial untuk mendukung Geisha gaya hidup. Konvensi tradisional dan nilai-nilai tersebut dalam hubungan yang sangat rumit dan tidak dipahami dengan baik, bahkan oleh banyak Jepang. Karena itu, benar intim peran serta Geisha tetap objek dari banyak spekulasi, dan sering salah, di Jepang maupun di luar negeri.

2. SAMURAI
Samurai (侍atau kadang-kadang士) merupakan istilah umum untuk pahlawan di pra-industri Jepang. Istilah yang lebih tepat adalah bushi (武士) (lit. "perang-manusia") yang datang ke menggunakan selama periode Edo. Namun, sekarang yang istilah Samurai biasanya merujuk kepada pahlawan kaum bangsawan, tidak, misalnya, ashigaru kaki atau tentara. The Samurai tanpa lampiran ke sebuah suku atau daimyo telah disebut ronin (lit. "gelombang-manusia").

(Tom Cruise di "terakhir Samurai" modern telah memberikan pengenalan kepada jalan bagi Samurai - Diskusikan di sini.)

Samurai tersebut diharapkan akan menjadi beradab dan terpelajar, dan dari waktu ke waktu, Samurai selama era Tokugawa secara bertahap kehilangan fungsi militer. Di akhir masa Tokugawa, Samurai birokrat sipil pada dasarnya adalah untuk daimyo dengan pedang mereka hanya melayani keperluan upacara. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, Samurai yang telah dihapuskan sebagai kelas berbeda dalam nikmat yang barat-gaya tentara nasional. Kode yang ketat yang diikuti mereka, disebut Bushido, kini masih bertahan di Jepang-hari masyarakat, seperti melakukan banyak aspek-aspek lain dari cara hidup mereka.

Kata Samurai beranikan telah di-sebelum periode Heian Jepang saat ini dirasakan Saburai, yang berarti hamba atau hadir. Ia tidak sampai awal masa modern, yaitu Azuchi-Momoyama dan awal periode Edo periode akhir 16 dan awal abad ke-17 yang menjadi kata Saburai digantikan dengan Samurai. Namun, oleh itu, yang berarti sudah lama sebelum berubah.

Dalam era supremasi dari Samurai, yang sebelumnya istilah yumitori ( "Bowman") juga digunakan sebagai judul sebuah kehormatan menyelesaikan pahlawan bahkan ketika kepandaian main anggar telah menjadi lebih penting. Jepang panahan (kyujutsu), masih sangat terkait dengan perang Hachiman Tuhan.

3. NaTal di Jepang
Natal di Jepang adalah sedikit berbeda dari sini. Utama di Jepang adalah agama Budha dan Shinto, Natal jadi lebih komersil acara. Utama revolves sekitar perayaan Natal dan tidak malam hari Natal.

Di Jepang umum adalah untuk memberikan hadiah Natal. Dalam keluarga orang tua memberikan hadiah untuk anak-anak mereka, tetapi anak-anak tidak memberikan hadiah kepada orang tua.Pemikiran di belakang ini adalah bahwa hanya Santa membawa hadiah, sehingga ketika anak-anak tidak lagi percaya di Santa yang menyajikan tidak lagi diberikan.

Sebagian besar keluarga Jepang akan memiliki pohon Natal dan sekarang sudah menjadi sangat umum untuk memiliki lampu di luar rumah sebagai anda akan melihat di Australia.

Untuk tunggal perempuan di Jepang itu sangat penting untuk memiliki seseorang untuk menghabiskan malam Natal dengan. Hal ini juga sangat penting bagi mereka di mana mereka menghabiskan malam Natal dan apa yang mereka terima sekarang. Seluruh malam harus sangat khusus, cantik dan romantis. Jepang perempuan yang memiliki anak laki-laki teman cenderung pamer, sehingga perempuan yang tidak tidak senang untuk berbicara tentang topik.

Ada juga digunakan untuk menjadi sarkasme bahwa Natal adalah dibandingkan dengan perempuan usia. Toko kue di seluruh Jepang selalu mencoba untuk menjual mereka semua kue Natal malam sebelum Natal. Setiap kue kiri setelah Natal yang dilihat sangat lama atau ketinggalan jaman. Perempuan lebih dari 25 tahun digunakan untuk dikatakan 'tak terjual Xmas kue'. Namun, saat ini, untuk rata-rata usia perkawinan telah berubah, semakin lama dan lama, dan itu adalah sejarah.


Masakan Jepang

Masakan Jepang

Masakan Jepang (日本料理, nihon ryōri, nippon ryōri?) adalah makanan yang dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara unik di Jepang dan menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam bahasa Jepang, makanan Jepang disebut Nihonshoku atau Washoku.

Sushi, Tempura, Shabu-shabu, dan Sukiyaki adalah makanan Jepang yang populer di luar Jepang, termasuk di Indonesia.



Masakan Jepang (日本料理, nihon ryōri, nippon ryōri?) adalah makanan yang dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara unik di Jepang dan menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam bahasa Jepang, makanan Jepang disebut Nihonshoku atau Washoku.

Sushi, Tempura, Shabu-shabu, dan Sukiyaki adalah makanan Jepang yang populer di luar Jepang, termasuk di Indonesia.

Masakan dan makanan Jepang tidak selalu harus berupa "makanan yang sudah dimakan orang Jepang secara turun temurun." Makanan orang Jepang berbeda-beda menurut zaman, tingkat sosial, dan daerah tempat tinggal. Cara memasak masakan Jepang banyak meminjam cara memasak dari negara-negara Asia Timur dan negara-negara Barat. Di zaman sekarang, definisi makanan Jepang adalah semua makanan yang dimakan orang Jepang dan makanan tersebut bukan merupakan masakan asal negara lain.

Dalam arti sempit, masakan Jepang mengacu pada berbagai berbagai jenis makanan yang khas Jepang. Makanan yang sudah sejak lama dan secara turun temurun dimakan orang Jepang, tapi tidak khas Jepang tidak bisa disebut makanan Jepang. Makanan seperti Gyudon atau Nikujaga merupakan contoh makanan Jepang karena menggunakan bumbu khas Jepang seperti shōyu, dashi dan mirin. Makanan yang dijual rumah makan Jepang seperti penjual soba dan warung makan Kappō juga disebut makanan Jepang. Sebagian orang menganggap makanan yang mengandung daging sapi tidak bisa dianggap sebagai makanan Jepang karena kebiasaan makan daging baru dimulai zaman Restorasi Meiji sekitar 130 tahun lalu. Menurut orang di luar Jepang, berbagai masakan mengandung daging sapi seperti Sukiyaki dan Gyudon juga dimasukkan ke dalam kategori makanan Jepang. Dalam arti luas, bila masakan yang dibuat dari bahan makanan yang baru dikenal orang Jepang juga ikut digolongkan sebagai makanan Jepang, maka definisi masakan Jepang adalah makanan yang dimasak dengan bumbu yang khas Jepang.

Masakan Jepang sering merupakan perpaduan dari berbagai bahan makanan dan masakan dari berbagai negara. Parutan lobak yang dicampur saus sewaktu memakan bistik atau hamburg steak, dan selada dengan dressing parutan lobak merupakan contoh perpaduan makanan Barat dengan penyedap khas Jepang. Saus spaghetti yang dicampur mentaiko, tarako, natto, daun shiso atau umeboshi merupakan contoh makanan Barat yang dinikmati bersama bahan makanan yang memiliki rasa yang sudah akrab dengan lidah orang Jepang. Bistik dengan parutan lobak sebenarnya tidak dapat disebut sebagai makanan Jepang melainkan bistik ala Jepang (Wafū sutēki). Berdasarkan aturan ini, istilah "Wafū" (和風, ala Jepang?) digunakan untuk menyebut makanan yang lazim ditemukan dan dimakan di Jepang, tapi dimasak dengan cara memasak dari luar Jepang.

Berdasarkan aturan Wafū, beberapa jenis makanan sulit digolongkan sebagai makanan Jepang karena merupakan campuran antara makanan Jepang dan makanan asing:

Makanan Barat yang dicampur bahan makanan yang unik Jepang, seperti Sarada Udon (selada adalah makanan Barat tapi dicampur udon yang khas Jepang), kari, dan Anpan (roti berasal dari Barat berisi ogura yang khas Jepang).
Makanan khas Jepang yang berasal dari luar negeri tapi dibuat dengan resep yang sudah diubah sesuai selera lokal, seperti Ramen dan Gyōza.
Makanan yang berdasarkan bahan dan cara memasak tidak sulit diputuskan harus dimasukkan ke dalam kategori makanan Barat atau makanan Jepang, seperti Pork Ginger dan Butashōgayaki keduanya menunjuk pada makanan yang sama.
Sebagian besar ahli kuliner menganggap masakan Jepang mudah sekali dibedakan dengan makanan tradisional Korea dan Tiongkok yang bertetangga, walaupun beberapa makanan Korea juga mendapat pengaruh dari masakan Jepang. Di Korea juga dikenal Futomakizushi (disebut Kimbab), sup miso, dan asinan lobak (takuan) yang merupakan makanan khas Jepang

Ciri khas

Bahan makanan
Pada umumnya, bahan-bahan untuk masakan Jepang berupa: beras, hasil pertanian (sayur-sayuran dan kacang-kacangan), dan makanan laut. Bumbu berupa dashi (kaldu) yang dibuat dari konbu, ikan dan jamur shiitake, ditambah miso dan shōyu. Berbeda dengan masakan negara-negara lain, makanan Jepang sama sekali tidak menggunakan bumbu berupa rempah-rempah dari biji-bijian (merica) atau penyedap yang mengandung biji (seperti cabai) yang harus ditumbuk. Masakan Jepang juga tidak menggunakan bumbu yang berbau tajam seperti bawang putih. Kacang kedelai merupakan bahan utama makanan olahan, dan penyedap yang digunakan biasanya berupa sayur-sayuran beraroma harum yang dipotong-potong halus atau diparut. Masakan Jepang umumnya rendah lemak, tapi mengandung kadar garam yang tinggi

Bumbu
Masakan Jepang mengenal 5 bumbu utama yang harus dimasukkan secara berturutan sesuai urutan sa-shi-su-se-so yang merupakan singkatan dari:

gula pasir (satō)
garam (shio)
cuka (su)
shōyu (seuyu: ejaan zaman dulu untuk shōyu)
miso (miso).
Sesuai dengan peraturan sa-shi-su-se-so, gula pasir adalah bumbu yang dimasukkan pertama kali, diikuti garam, cuka, kecap asin, dan miso.

Penyajian makanan
Makanan utama di Jepang terdiri dari nasi (kadang-kadang dicampur palawija), sup dan lauk. Masakan Jepang tidak mengenal tahapan (course) dalam penyajian, tidak seperti masakan Eropa atau Tionghoa yang menyajikan makanan secara bertahap dimulai dari hidangan pembuka, sup, hidangan utama, dan diakhiri dengan hidangan penutup. Masakan Jepang dihidangkan semuanya secara sekaligus dan tidak ada perbedaan antara tata cara penyajian makanan di rumah dengan penyajian makanan di restoran. Makanan yang dihidangkan dalam jamuan makan dan Kaiseki merupakan pengecualian karena disajikan secara bertahap.

Masakan Jepang bisa dibedakan dengan mudah dari masakan Eropa atau masakan Tionghoa dalam cara menikmati makanan. Pada makanan Jepang, rasa dicampur sewaktu makanan berada di dalam mulut. Dibandingkan dengan asinan yang dimakan begitu saja, asinan sayur-sayuran yang sangat asin menjadi lebih enak kalau dimakan dengan nasi putih. Bahan makanan juga tidak diolah secara berlebihan dan makanan harus mempunyai rasa asli bahan makanan tersebut. Cara memasak atau penyiapan makanan hanya bertujuan untuk menampilkan rasa asli dari bahan makanan. Makanan sama sekali tidak dimasak dengan bumbu yang berbau tajam dan tidak menggunakan teknik memasak yang bisa merusak penampilan bahan dan kesegaran bahan makanan.

Masakan Jepang menuntut juru masak yang serba bisa dalam berbagai bidang. Juru masak dituntut memiliki keahlian dalam pengolahan bahan makanan, serta berbagai pengetahuan tentang peralatan makan dan pemilihan suasana yang tepat sewaktu menikmati makanan. Masakan Jepang sangat berbeda dengan masakan Perancis yang sangat maju dalam pembagian keahlian di dapur dan pelayanan terhadap tamu di ruang makan.

Peralatan makan yang digunakan masakan Jepang bisa dibuat dari keramik, porselen, atau kayu yang dipernis dengan urushi. Di rumah keluarga Jepang, setiap anggota keluarga mempunyai mangkuk nasi dan sumpit sendiri yang tidak saling dipertukarkan dengan milik anggota keluarga yang lain. Sumpit terdiri dari sumpit kayu, sumpit bambu dan sumpit sekali pakai. Sebelum teknik pembuatan keramik dikenal di Jepang, sebagian besar alat makan dibuat dari kayu yang dipernis. Hiasan gambar-gambar pada peralatan makan dari porselen juga berfungsi sebagai penghias hidangan.

Masakan Jepang memiliki aturan yang sangat longgar menyangkut bentuk alat makan yang dibuat dari keramik. Piring bisa saja berwarna gelap atau berbentuk persegi empat, sehingga terlihat sangat mencolok dibandingkan peralatan makan yang digunakan makanan Eropa atau Amerika. Peralatan makan untuk makanan Jepang terlihat sangat berbeda dengan yang digunakan masakan Tionghoa atau Korea. Masakan Tionghoa menggunakan piring bundar dari porselen dengan hiasan sederhana, sedangkan masakan Korea menggunakan alat makan dari bahan logam atau porselen warna putih tanpa hiasan.

Awal sejarah tertulis
Nihon Shoki merupakan literatur klasik yang memuat sejarah tertulis paling tua tentang masakan Jepang. Nihon Shoki mengisahkan tentang Iwakamutsukari-no-mikoto yang merupakan nenek moyang klan Takahashi. Iwakamutsukari-no-mikoto menghidangkan Namasu dari ikan cakalang dan kerang Hamaguri yang dipotong-potong dan diacar dengan cuka. Hidangan ini dibuat untuk Kaisar Keiko yang sedang mengunjungi provinsi Awa karena bersedih atas kematian Yamato Takeru. Iwakamutsukari-no-mikoto bertugas sebagai juru masak istana dan kemudian dijadikan dewa masakan.

Asal-usul masakan
Nasi mulai dimakan orang Jepang sejak zaman Jomon dengan lauk dari bahan makanan yang dibuat nimono, dipanggang, dan dikukus. Cara mengolah makanan dengan menggoreng dikenal di zaman Asuka dan berasal dari semenanjung Korea dan Tiongkok. Teh dan masakan khas pendeta diperkenalkan di Jepang bersamaan dengan masuknya agama Buddha, tapi hanya berkembang di kalangan kuil. Makanan khas pendeta dikenal sebagai makanan Buddhis (Shōjin ryōri) yang melarang keras hewan peliharaan dan binatang buas seperti monyet dijadikan bahan makanan.

Menurut literatur klasik Engishiki, di berbagai tempat di Jepang barat terdapat upacara yang menggunakan ikan hasil fermentasi yang disebut Narezushi sebagai persembahan.

Masakan zaman Nara
Pengaruh kebudayaan Tiongkok yang kuat di zaman Nara berpengaruh pada masakan di zaman Nara. Makanan dimasak sebagai hidangan pada ritual dan perayaan yang berkaitan dengan musim. Di sepanjang tahun selalu ada perayaan dan pesta makan-makan. Cara memasak dari Tiongkok mulai digunakan untuk mengolah bahan makanan lokal. Penyesuaian cara memasak dari Tiongkok dengan keadaan alam di Jepang akhirnya melahirkan masakan yang khas Jepang

Masakan zaman Heian
Di zaman Heian, masakan Jepang makin berkembang sambil terus menerima pengaruh dari daratan Tiongkok. Pada masa itu mulai dikenal makanan seperti Karaage, Karani, kue-kue asal Tiongkok (Tōgashi), dan Natto ala Tiongkok. Sementara itu, aliran masak-memasak dan etiket makan juga berkembang di kalangan bangsawan. Fujiwara no Yamakage menyunting buku memasak aliran Shijō berjudul Shijōryū Hōchōshiki atas perintah kaisar Kōkō. Sampai saat ini, rumah makan tradisional Jepang sering memiliki altar pemujaan (kamidana) untuk Fujiwara no Yamakage dan Iwakamutsukari-no-mikoto.

Masakan zaman Heian
Di zaman Heian, masakan Jepang makin berkembang sambil terus menerima pengaruh dari daratan Tiongkok. Pada masa itu mulai dikenal makanan seperti Karaage, Karani, kue-kue asal Tiongkok (Tōgashi), dan Natto ala Tiongkok. Sementara itu, aliran masak-memasak dan etiket makan juga berkembang di kalangan bangsawan. Fujiwara no Yamakage menyunting buku memasak aliran Shijō berjudul Shijōryū Hōchōshiki atas perintah kaisar Kōkō. Sampai saat ini, rumah makan tradisional Jepang sering memiliki altar pemujaan (kamidana) untuk Fujiwara no Yamakage dan Iwakamutsukari-no-mikoto.

Masakan zaman Muromachi
Memasuki zaman Muromachi, kalangan samurai juga ikut dalam urusan masak-memasak di dalam istana kekaisaran dan tata krama sewaktu makan semakin berkembang. Aliran etiket Ogasawara berasal dari etiket kalangan samurai dan bangsawan di zaman Muromachi dan masih dikenal hingga sekarang.

Pejabat Chūnagon bernama Yamakage no Masatomo mendirikan aliran masak-memasak yang disebut aliran Shijōryū. Aliran ini menerbitkan buku memasak berjudul Shijōryū Hōchōsho (buku memasak aliran Shijō). Sementara itu, aliran memasak bernama Ōkusaryū juga didirikan klan Ashikaga, dan sejak itu orang mulai cerewet mengenai cara memasak dan menghidangkan makanan. Makanan gaya Honzen (Honzen no seishiki) dan gaya Kaiseki merupakan dua aliran utama masakan Jepang di zaman Muromachi. Pada gaya Honzen, makanan dalam porsi cukup untuk satu orang dihidangkan secara individu di atas meja pendek yang disebut Ozen. Sementara itu sebagai tandingan gaya Honzen diciptakan makanan gaya Kaiseki yang berkembang dari tradisi menghidangkan makanan dalam porsi kecil seperti dalam upacara minum teh.

Namban adalah istilah orang Jepang zaman dulu untuk "luar negeri", khususnya Portugal dan Asia Tenggara), dan Nambansen adalah sebutan untuk kapal dari luar negeri. Kedatangan kapal-kapal dari Namban sejak zaman Muromachi hingga zaman Sengoku membawa serta berbagai jenis masakan yang disebut Nambanryōri (masakan luar negeri) dan Nambangashi (kue luar negeri). Kue Kastela yang menggunakan resep dari Portugal termasuk salah satu contoh Nambangashi.

Masakan zaman Edo
Kebudayaan orang kota berkembang pesat di zaman Edo dan makanan penduduk kota seperti Tempura dan minuman Mugicha mulai banyak dijual di kios-kios pasar kaget. Pada masa itu mulai banyak dijumpai rumah makan yang khusus menyediakan Nigirizushi dan Soba. Ōrusuichaya adalah sebutan untuk rumah makan tradisional (ryōtei) yang digunakan kalangan samurai sewaktu menjamu tamu dengan pesta makan. Makanan dinikmati secara santai sambil meminum sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan gaya Kaiseki atau masakan gaya Honzen. Masakan yang berkembang di Ōrusuichaya disebut Kaisekiryōri (会席料理, masakan jamuan makan?) yang ditulis memakai aksara kanji yang berbeda dengan masakan Kaiseki untuk upacara minum teh.

Sementara itu, teknik pembuatan kue-kue tradisional Jepang (Wagashi) menjadi berkembang berkat tersedianya gula yang sudah menjadi barang yang lumrah di zaman Edo. Alat makan dari keramik dan porselen mulai banyak digunakan orang dan diberi hiasan berupa gambar-gambar artistik yang dikerjakan secara serius. Daging ternak mulai dikonsumsi orang Jepang dan daging sapi dimakan sebagai obat. Di pertengahan zaman Edo, makanan mulai dihias dengan Wachigai daikon (hiasan dari lobak) sejalan dengan mulai dikenalnya teknik seni ukir sayur. Di zaman yang sama mulai dikenal telur rebus aneh dengan kuning telur berada di luar dan putih telur di dalam (Kimigaeshi tamago).

Masakan Kanto
Masakan Jepang yang dikenal sekarang merupakan hasil penyempurnaan masakan di zaman Edo. Di masa itu dikenal kewajiban Sankin Kōtai bagi daimyo dari seluruh penjuru Jepang. Daimyo harus datang ke Edo untuk melakukan tugas pemerintahan secara bergiliran sebagai pendamping shogun. Kedatangan daimyo dari seluruh pelosok negeri membawa serta cara memasak dan bahan makanan yang khas dari daerah masing-masing. Bahan makanan yang dibawa dari seluruh penjuru Jepang menambah keanekaragaman masakan Jepang di Edo, apalagi ditambah dengan makanan laut dari Teluk Edo (disebut Edomae) yang segar dan enak. Hasil laut dari Samudra Pasifik seperti ikan tongkol sudah dijadikan menu tetap dalam sashimi.

Ikan kakap merupakan lambang kemakmuran dan ikan kakap yang dipanggang utuh tanpa dipotong-potong merupakan hidangan istimewa pada kesempatan khusus. Makanan yang dihidangkan pada pesta makan terdiri dari dua jenis: makanan untuk dimakan di tempat pesta, dan makanan yang berfungsi sebagai hiasan. Panggang ikan kakap termasuk dalam makanan hiasan yang boleh saja dimakan di tempat pesta, tapi lebih merupakan hiasan yang dinanti-nanti para tamu untuk dibawa pulang. Tradisi membawa pulang makanan pesta sebagai oleh-oleh untuk keluarga yang menanti di rumah berasal dari zaman Edo dan terus berlanjut hingga sekarang. Selain ikan kakap, tamu biasanya dipersilakan membawa pulang kinton (biji berangan dan ubi jalar yang dihaluskan) dan kamaboko.

Masakan yang lahir dari berbagai keanekaragaman di daerah Kanto disebut masakan Edo atau masakan Kanto. Sebutan masakan Kanto digunakan untuk menandingi masakan Kansai yang telah lebih dulu dikenal. Ciri khas masakan Kanto adalah penggunaan kecap asin (shōyu) sebagai penentu rasa, termasuk pada berbagai makanan berkuah (shirumono) dan nimono. Tradisi membawa pulang makanan pesta merupakan alasan kecap asin digunakan dalam jumlah banyak pada masakan Kanto, agar rasa makanan tetap enak walaupun sudah dingin. Berbeda dengan masakan Kanto, masakan Kansai justru tidak terlalu asin walaupun mengandalkan garam dapur sebagai penentu rasa.

Masakan Kansai
Masakan Kansai adalah sebutan untuk masakan Osaka dan masakan Kyoto. Berbeda dengan budaya Edo yang gemerlap, masakan Kyoto mencerminkan budaya Kyoto yang elegan. Masakan kuil agama Buddha banyak mempengaruhi masakan Kyoto yang banyak menggunakan sayur-sayuran, tahu, kembang tahu, dan sedikit makanan laut karena letak Kyoto yang jauh dari laut. Masakan Kyoto melahirkan cara memasak dengan bumbu seminimal mungkin agar rasa asli tahu atau kembang tahu yang memang sudah "tipis" tidak hilang. Kepandaian mengolah ikan hasil awetan seperti Bodara (ikan Cod kering) dan Migakinishin (ikan Hering kering) hingga menjadi hidangan yang enak merupakan keistimewaan masakan Kyoto.

Sebagai kota tepi laut dengan hasil laut yang melimpah, masakan Osaka mengenal berbagai cara pengolahan hasil laut. Makanan laut diolah agar enak untuk langsung dimakan di tempat dan tidak untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Masakan Osaka tidak mementingkan rasa makanan kalau sudah dingin karena menganut prinsip "makanan yang habis dimakan". Prinsip ini bertolak belakang dengan masakan Kanto yang memikirkan rasa makanan kalau sudah dingin. Seiring dengan perkembangan zaman, perbedaan antara masakan Kansai dan masakan Kanto menjadi semakin kecil berkat saling belajar dari kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Pengaruh masakan Barat
Di awal zaman Meiji, masakan Eropa menjadi mulai dikenal orang Jepang yang melakukan kontak sehari-hari dengan orang asing. Sementara itu, di kalangan rakyat tercipta makanan gaya Barat (Yōshoku) yang merupakan adaptasi masakan Eropa. Berbagai aliran masak memasak mengalami kemunduran dan aliran Hōchōshiki merupakan satu-satunya aliran yang terus bertahan. Larangan makan daging dihapus sesuai kebijakan pemerintah Meiji mengenai Haibutsu kishaku dan Shinbutsu bunri sehingga tercipta masakan Sukiyaki. Sementara itu, Honzen ryōri yang merupakan aliran utama masakan Jepang mulai ditinggalkan orang. Masakan tradisional berupa Kaisekiryōri (会席料理, masakan jamuan makan?) beralih menjadi makanan standar yang dihidangkan rumah makan tradisional (ryōtei) dan penginapan tradisional (ryōkan).

Masakan vegetarian Shōjinryōri berlanjut sebagai tradisi di kuil agama Buddha dan makanan porsi kecil Kaisekiryōri (懐石料理, Kaisekiryōri?) bertahan hingga sekarang sebagai hidangan upacara minum teh. Di bidang pertanian, tanaman sawi dan spinacia mulai ditanam secara besar-besaran. Di kota-kota mulai banyak dijumpai rumah yang memiliki meja pendek yang disebut Chabudai sebagai pengganti nampan berkaki yang disebut Ozen. Keberadaan Chabudai yang bisa dipakai sebagai meja makan untuk empat orang mengubah acara makan yang dulunya dilakukan sendiri-sendiri dengan Ozen pribadi menjadi acara berkumpul keluarga.

Juru masak pewaris tradisi masakan Edo menjadi berkurang karena menjadi korban Gempa bumi besar Kanto dan tradisi masakan Honzen ryōri mulai memudar. Etiket makan mulai menjadi longgar dan orang Jepang semakin menyukai suasana santai sewaktu makan. Setelah Perang Dunia II, kemudahan transportasi dan kemajuan bidang komunikasi menyebabkan tipisnya perbedaan antardaerah dalam soal bahan makanan dan cara memasak untuk makanan yang sama, walaupun masih tersisa perbedaan mendasar dalam soal bumbu dan selera.

Masakan tradisional
Honzenryōri (本膳料理, Honzenryōri?)
Masakan yang mulai dikenal di zaman Edo, dan mendapat pengaruh dari masakan kalangan samurai tapi akhirnya menghilang di zaman Meiji.
Shōjinryōri (精進料理, Shōjinryōri?)
Masakan tanpa daging di kuil agama Buddha.
Kaisekiryōri (懐石料理, Kaisekiryōri? masakan Kaiseki)
Masakan yang dihidangkan dalam tahap-tahap penyajian dalam porsi kecil.
Kaisekiryōri (会席料理, Kaisekiryōri? masakan jamuan makan)
Makanan jamuan pesta di rumah makan tradisional Jepang (ryōtei) yang dinikmati sambil minum sake. Penyajian dilakukan secara bertahap seperti masakan Kaiseki.

Makanan sehari-hari
Masakan nasi
Nasi
Nasi putih, nasi merah (Sekihan), Kowameshi
Nasi dari beras yang belum disosoh
Nasi bercampur gandum (Mugimeshi)
Onigiri
Nasi berbumbu cuka
Sushi
Oshizushi
Bubur dari beras yang disebut Okayu, bubur dari nasi yang disebut Zōsui (Ojiya)
Ochazuke
Takikomigohan (nasi yang dimasak menjadi satu dengan lauk)
Donburi
Kakegohan (nasi yang dituangi sesuatu): Mugitoro (gandum yang ditanak dan dituangi parutan umbi yamaimo atau nagaimo).
Mochi dan dango
Makanan berkuah (shirumono)
Sup miso
Sumashijiru (suimono)
Sashimi
Tessa (sashimi ikan fugu)
Tataki (potongan besar ikan yang digarang dengan api besar, bagian luar matang sedangkan bagian dalam masih mentah)
Tsuke (sashimi yang direndam dengan kecap asin)
Tsukemono (berbagai macam sayur yang diasin): Takuan, Umeboshi, Shibazuke, Misozuke (fermentasi dengan miso), Kasuzuke (fermentasi dengan ampas sake), Nukazuke (fermentasi dengan kulit ari beras), Wasabizuke (campuran sayuran dengan pasta Wasabi)
Mi: Udon, Soba, Sōmen
Nabe: Oden, Mizudaki, Shabu-shabu, Sukiyaki,
Makanan goreng: Tempura, Satsuma-age, Kakiage, Karaage
Makanan panggang: panggang ikan, Teriyaki, Yakitori, Kabayaki
Nimono: Nikujaga, Kinpira
Makanan kukus: Chawanmushi, Sakamushi (tumis dengan sake)
Nerimono: bentuk goreng-gorengan dari daging ikan yang dihaluskan dan ditambah tepung.
Aemono: sayur yang direndam saus berbahan cuka atau miso.
Ohitasi: sayur rebus yang dibumbui dashi

Masakan asal luar JepangNasi kari (kare raisu)
Furai: goreng-gorengan dengan tepung panir seperti Ebi Furai, Tonkatsu, dan Kroket
Hayashi rice: nasi berkuah daging yang dimasak dengan saus tomat dan saus demiglace.
Napolitan: spaghetti bumbu saus tomat
Yakiniku: Daging panggang yang diciptakan orang Korea yang tinggal di Jepang. Di Korea disebut sebagai daging panggang ala Jepang.


Origami

Origami

Istilah Origami berasal dari bahasa jepang yakni “oru” yang berarti melipat dan “kami “ yang berarti “kertas”. Jadi arti origami adalah “melipat kertas”. Keindahan seni dari origami terdapat pada cara melipat-lipat kertas sehingga menghasilkan suatu bentuk yang menyerupai hewan , bunga , ornamen hiasan dan sebagainya.




Istilah Origami berasal dari bahasa jepang yakni “oru” yang berarti melipat dan “kami “ yang berarti “kertas”. Jadi arti origami adalah “melipat kertas”. Keindahan seni dari origami terdapat pada cara melipat-lipat kertas sehingga menghasilkan suatu bentuk yang menyerupai hewan , bunga , ornamen hiasan dan sebagainya.

Di Jepang, origami semula menggunakan kertas berbentuk bujursangkar dengan warna berbeda di kedua sisinya (mirip kertas marmer yang kita kenal ). Dengan menyebarnya origami di seluruh dunia, teknik pembuatan origami juga ikut berkembang. Selain dari melipat, origami modern juga memakai teknik menggunting dan melem. Adapun kertas yang digunakan juga bebas dipilih dengan bentuk dasar kertas tidak berupa bujursangkar saja tetapi juga persegipanjang, lingkaran, segitiga atau bentuk lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar